Posted by: Black_Claw | June 7, 2008

Oohh.. Saya rupanya bakat jadi pengedar uang palsu. Gembong pula.

“Itu menohok. Menohok hati saya!”

Nyahahahaha… Nais piks, pres.. πŸ˜€ Memang tidak sedahsyat “Bangkit itu bangun. Bangun melihat lawan jenis!” Tapi hidup id-melankolis!

Jadi begini…
Hari ini entah kenapa sudah dua hari berada di mataram untuk ngikut-ngikut acara pembentukan sebuah komunitas yang belum ada sebelumnya di NTB. Berubung kurang tenaga tentunya ya saya bantu-bantu doms, maka suejuak malam kemarin terhitung kapan saya nulis ini, saya cuman tidur 3-4 jam dan kembali kerja. Okelah, sorenya, yang mana mata sudah seperti abis ngeluarin mangekyou amaterasu (bedarah-darah tapi warnanya kuning alias penuh tai mata cair) karna mengerjakan sebuah pekerjaan yang berhubungan sama sidi-sidian, saya ke warung beli rokok. Saya bawalah duit 50 rebu, buat beli Gudang Garam Surya ditambah roti yang serebuan ke warung samping Alfanet tempat saya ngerjain semua kerjaan itu.

Ternyata oh ternyata, oleh anak-anak dan ibu-ibu yang njagain warung, duit 50 rebu yang saya pakek itu dianggap palsu karna kekecilan. Yah, gambar air dan benang pengaman seh jelas, warna juga terang, cuman lecek habis saya bejek-bejek untuk latihan bikin makanan jepun yang namanya sushi. Maklum, saya kan seniman bertalenta serba bisa… Niwe, karna saya adalah abdi negara berhati mulya yang bertanggung jawab terhadap nusa dan bangsa, maka dengan hati tulus ikhlas saya masuk kembali ke warnet untuk mengganti 50 rebu tersebut dengan 50 rebu yang laen. Niatnya seh 50 rebu yang (dibilang) palsu itu hari senin mau saya bawa ke bank. Siapa tau masi bisa diganti.

Di warnet alfanet, saya masih sempat banding-bandingin duit tersebut dengan duit 50 rebunya Pak Olan dan tentunya sama saja itu lebarnya, cuman ya tentu saja tampilan duit saya selecek penampilan saya yang belum mandi-mandi sekaligus belum makan-makan dari pagi.

Tak disangka oh tak disangka, akhirnya datang bulan juga, keluar-keluar sudah banyak orang mengerumuni warung tersebut. Uang yang saya pakek sebelumnya diperiksa, diraba, dan ditrawang oleh orang-orang tersebut. Saya seh ngeloyor saja, bayar rokok sama roti serebu secepatnya, maklum sebelum itu rotinya dah saya makan duluan. Dan kali ini, tentunya 2 lembar 50 rebu yang saya bawa sudah terbukti sangat keasliannya. emdelimasumnya valid nek… πŸ˜€

Lah ndak tau kenapa, salah seorang yang berbadan kukuh berbaju kuntung putih bagai salah seorang ksatria langit wajah bertenaga (yaa… tapi mukanya pas-pasan seh… Badannya juga gedean saya. Hohohohoho.. Tinggi apalagi…) menahan saya untuk tidak meninggalkan tempat dan meminta saya untuk menunggu polisi. Mau minta keterangan, katanya. Oh, ndak masalah. Ya saya tunggu saja.

Beberapa PULUH menit kemudian (saya malah sempat beli gorengan), polisinya datang, dan meminta saya untuk ikut ke pos polisi di cabang. Karna tidak ada kendaraan, ya saya jalan kaki sama mereka berdua ke sana. Saya yang berhati polos dan berniat tulus ini tenang-tenang saja.
“Ah, palingan dimintai keterangan saja…” Pikir saya.

Lah, di markas mereka yang mirip wc umum itu kok ya, saya ditanyai bak tersangka… Kira-kira begini :
if S itu saya,
Then P adalah polisi

P : “Ini uangnya dapat dimana mas?”
S : “Yah, ndak tau mas. Uang di taslah… Jadi saya dari dompu bawa 200, terus disini dapet lagi, jadi mana saya tau asalnya dari mana uang yang itu.”
P : “Masa nggak tau uangnya dapat darimana?!”

Nada bicara si polisi sudah melupakan bahwa uang yang dia pakek maen pelacur asalnya dari potongan gaji saya. Memangnya setiap saya dapet uang saya pelototin, kasih nama, elus-elus, sampek tahu pasti asalnya dari mana?! Kurang kerjaan banget, wong nggak gitu saja kerjaan sudah seubrek… Kalau saya ada waktu buat melototin uang mending saya nglurusin masalah Voip kemaren atau merencanakan kegiatan asinan terhadap panwaslu yang seenaknya nTekoper ruangan subdin saya.

Kemudian sekarang giliran mereka yang mbandingin uang tersebut… Maka dengan sukacita, saya pinjamkan lembaran 50 ribu lain yang_dijamin_asli. Wah, dengan kesimpulan analisis gosok-gosok, tanpa terawangan, dan hanya modal mata, dengan singkat uang tersebut yang_notabene_asli sudah divonis palsu oleh mereka. Jadilah saya hari itu dikatakan membawa uang palsu 50 rebu dua lembar.

Untuk mempersingkat waktu, tentunya anda sudah tau, bahwa kebanyakan polisi di Indonesia yang bengkok 2 itu Idiot. Mereka selalu mengulang pertanyaan yang sama, dengan nada yang berubah-ubah. Sungguh malang memang korps kepolisian kita. Jadi kita lanjut saja, singkat cerita, saya dibawa ke Polsek Mataram nih… Dan di jalan, saya kembali diberi pertanyaan : “Sudah, kamu ngaku saja, dari mana kamu dapat uang itu…!?”

Yea, rite d00d… Mana saya tau. Makanya saya jawab saja (lagi), : “Ndak tau pak”. Sampek di polsek, si bapak bermuka hitam tersebut masih saja bersikukuh, “Tidak mungkin kamu bukan pengedar! Uang palsu yang kamu bawa itu 2 lembar! Kalau kebetulan tentunya hanya satu!”
Oh wow! Bukannya itu vonis sepihak dari para penjaga pos polisi yang lebih mirip wc umum?
Dan hebatnya, setelah saya tunjukkan di mata mereka kalau uang yang kedua itu sama dengan uang yang mereka miliki, vonis palsu itu mereka perkuat dengan bukti bahwa uang tersebut LECEK!
Wow… Bisa anda bayangkan? Semua uang serebuan di pasar jongkok ampenan, cakra, dan lain sebagainya tentunya palsu doms… πŸ˜€ Belum termasuk yang jadi sushi tuna ditangan para kernet bemo.

Jadi yo wes, dengan suka cita, saya dibawa ke belakang, ke reserse kriminal, untuk diproses sebagai TERSANGKA_PENGEDAR_UANG_PALSU, dan herannya mereka masih menanyakan hal idiot yang sama, dan setelah bosan bertanya, mereka langsung saja membuat surat keterangan tersangka.

Kerennya, mereka yang menersangkakan saya sebagai pengedar uang palsu, mengetik surat tersebut menggunakan sistem operasi palsu dan aplikasi office palsu alias bajakan. Waakakakakakakakaaakakkakakaka!
7qvt6 t2738 wrkjb ykrfq xvk98 toh pak? delapan-enam, delapan-enam. Na’am, na’am. Polisi kita memang luar biasa….

Dan disini mereka menanyakan data diri saya selengkap-lengkapnya, sampe nama nenek moyang saya. Dan kalau saya bilang “errrr…” mereka bilang : “Masak nama keluarga sendiri ndak inget?”. Pokoknya data saya disana lebih bujubuset lengkap dari yang ada di kantor saya. Tentunya karna saya berhati mulya, saya jawab “sejujur-jujurnya” dong ah.

Niwe buswe, saya ini ketinggalan KTP. Ya iyalah… masak beli rokok ke warung sebelah yang nggak sampek selemparan upil bawa-bawa KTP. Dan herannya, mereka tidak mengerti hal itu semudah itu. πŸ˜€

Eh, saya sendiri sebenernya keder-keder gemeter jugak waktu ditanya, “alamatnya dimana?”. Soalnya gini… Kan rencananya KTP itu belakangan bisa diambil. Jadi alamatnya yang saya sebutkan itu kalau beda sama yang di KTP bisa berabe. Nah, bagi anda yang sudah pernah ketemu saya tahulah gimana status KTP saya ada berapa. Wakakakakakakakakak! Tapi setelah melakukan trawangan dan kalkulasi mengenai KTP mana yang ada di mataram, sepertinya alamat yang saya kasih itu sama dengan alamat yang di KTP. πŸ˜€

Oh, niwe, di ruangan yang lebih menyerupai gudang tersebut, saya juga digertak begini : “Kamu ngaku saja! Kamu cetak dimana?!” dan kebetulan tiba-tiba melintas di pikiran saya bahwa adegan ini tentunya bisa dibuat lebih berseni! Jiwa seni saya bergolak! Ah, saya memang seniman! Maka…
– saya bakar rokok gudang garam surya.
– saya hisap dalam satu tarikan dalam.
– saya hembuskan ke lantai
– saya angkat kepala dan dengan suara dalam saya katakan : “saya tidak tau.”

WOHOOOOOO!!! Asssoooyyy nekkk!! Keren banget atuh sayang hape yang ada kameranya juga ketinggalan di alfanet, kalau japanes wanabi bilangnya suggee sugggee susunya geddeeee!

Euh, tapi sepertinya itu salah jugak yah… soalnya abis itu mereka tambah semangat ngetiknya. Masuklah salah seorang polisi lain keruangan, dan menanyakan ke temannya itu pakek bahasa Sasak.
Erm, bahasa Sasak saya busuk, tapi kalau sekedar nangkap arti taulah saya. Kira-kira pembicaraannya :

a : “Eh, ada apa?”
b : “Itu tuh, itu orang pemalsu duit yang ditangkep tapi nggak ngaku. Kambuhan kayaknya.”

Jahhhh… Okelah… Anda yang pernah bertemu saya tentunya tau bagaimana penampilan saya kalau sudah mandi, makan, dan sehat segar bugar ndak begadang kayak gimana. Silahkan anda bayangkan “sangarnya” penampilan saya waktu itu. Apalagi gaya merokok saya yang bukan nyelipin antara jari telunjuk dan tengah tapi diimpit pakek jempol, diarahin kebawah, dan kalok diisep nggantung di bibir. Dan suara dan intonasi saya itu… hmmm… silahkan tanya pendapat Vicong. πŸ˜€

a : “Heh, nama kamu siapa?!”
Wow, pertanyaan basang lagi, ndak habis-habis, maka saya kasih tahu nama asli saya tentunya. Saya kan orang baik. πŸ˜€
Tapi si b mendadak nyeletuk pakek bahasa Sasak yang kira-kira artinya: “Ho’oh, tuh cina itu ngaku-ngaku nama Indonesia. Dipikirnya kita nggak tau apa?” dengan nada_yang_amat_sangat_meremehkan sekali.

Disini saya merasa marah dan terhina. Cobak liat, ini saya bedanya apa seh sama mereka. Rambut saya toh sudah jadi macam jamur merekah! Kulit saya sudah ncoklat kehangusan dibakar sinar matahari summer forevernya Dompu! Dan yang lebih menjengkelkan, KOK seenaknya ngotak-ngotakin orang? Saya ini Indon! Bangsaβ„’U! Saya lirik tajam saja dua orang polisi bengkok dua kerempeng itu. Yak, satu lagi kesalahan. Tukang ngetik mereka seperti minum susu kuda liar, ngetik dengan bertenaga secepat mungkin. Ah, siyal…

Sebenarnya saya ndak ada masalah kalok dibawa ke polres atau polda nantinya. Toh disana nanti banyak kenalan saya yang sudah ndak bengkok-bengkok lagi. Di Polda ada om Marten misalnya… Dan saya yakin akan mudah berurusan disana. Masalahnya hari ini hari sabtu dan mereka biasanya karna sudah ndak bengkok lagi, malas ngantor, apalagi sudah sore jam 5an. Jadi ada kemungkinan saya nginep di sel dulu. Ndak masalah seh, saya beberapa kali tidur di tempat begituan. Yang jadi masalah, ACARA KOMUNITAS YANG SAYA URUS KERJAANNYA ITU BESOK! Kalok ndak datang rugi dong, sudah bolos kantor buat datang. Maka dari itu, saya putuskan tidak melakukan kegiatan seni lagi di kantor polisi untuk saat itu.

Dan tuhanpun menguak awan mendung yang menggelayuti. Saat mau diprint surat saya itu, printernya ngadat. Wakakakakkaakkakakkaka! =)) Eh, sebenernya tinggal ganti saja printer default sih, apalagi itu kan wingdows, mudahlah… Cuman ya… kok saya males bebantu ya… πŸ˜€

Dan kemudian sambil menunggu surat itu, atas tehnik diplomasi mumpuni, akhirnya uang itu bersedia dites keasliannya lewat sebuah alat di Polres atau Polda. Saya disuruh menunggu disana.
Nah, saat nunggu datanglah berbondong-bondong Pak Olan, Pak Yanto, Herman Milcom, dan tidak ketinggalan, Ketua KPLI NTB, boss Amrinz. Nengok saya rupanya, yang jadi pesakitan. Rupanya ada juga yang inget saya. Wakakakakkka. =))
Niwe, sampe disana, begitu polisi yang nyuruh saya nunggu tadi masuk lagi, Bos Herman menelepon teman saya yang satu lagi, Wawan Polisi. Bengkok dua seh, cuman yaa… dia ini premanisme juga sama polisi bengkok dua yang laen. Jadi ya sangar-sangar gitu. Lumayanlah ada yang bantuin.

Jadi yang saya susahkan sekarang cuman data tentang saya yang cukup untuk menulis biografi yang ada di komputer mereka. Anda tahu tentunya, anonimus itu keren, dan saya ndak mau ada data saya ditempat yang tidak saya inginkan.

Dan tuhanpun menguak awan sekali lagi, dan saya tahu polisi yang ngetik nggak pernah sekalipun ctrl+s, maka MATEKLAH LISTRIK HARI ITU DAN KOMPUTER TERSEBUT NDAK ADA UPSNYA. Horeeeeeee!!! =))

Eh, datang langsung deh laporan bahwa uang yang dibilang palsu, baik oleh yang punya warung sama yang polisi pos jaga, adalah uang asli. Yoa men, saya bebas, dan tidak ada bukti satupun kalok nama asli saya mampir disana. πŸ˜€
Jadi, saya salamilah polisi itu, bukan yang bengkok dua, tapi kasat resersenya. Dan btw, para bengkok dua lagi asik godain cewek di depan kantor. Yah, tipikal cewek yang bukan tipe seniman macam sayalah… Saking kurusnya kurang gizi jadi nutrisi otak tidak cukup, akhirnya magrib-magrib pakek celana super pendek, ndak tau apa kalok di depannya polisi itu ada rumah makan yang ada rawanya. Mungkin besok demam berdarah dia. πŸ˜€

Aih, akhirnya kerjaan kelar, dan entah kenapa padahal saya sudah bilang nggak mau nulis ini akhirnya saya tulis juga di blog. =)) Pengaruh baca melankolis for dummies nya Irpan kalik ya… :))


Responses

  1. bwahahahaha~ pengalaman loe ada-ada aja blek …. tp muka lo yg dibilang muka org keturunan itu emang ada bakat kali jadi orang keturunan

    Like

  2. wahahahahahahaha, dasar seniman gunung!!!

    Like

  3. yaaaaaahhh…
    jadi akhirnya lu bebas?
    nggak seruuuu!!!
    udah bela-belain baca tulisan panjang lebar..

    berharap nanti dibawah ada cerita interogasi.. pelat panas. cambuk.. dsb.. trus lu masuk penjara. di sana udah ada dedengkot napi homok yang ngincer kamu.. trus akhirnya… *ah sudahlah*

    Like

  4. bhuakakkaa……
    seru…
    kenapa gak sekalian di kerjai wingdos palsunya,

    Like

  5. hahaha…. ironis

    Like

  6. waduh blek
    pengalamanmu (ato bisa dibilang nasib sial) itu koq ga abis abis ya?!
    emang seniman mau menyelami segala profesi ^_^

    Like

  7. hohohoho mantap di sel, keren juga claw, make nama yg mana nih pas lagi di interogasi, apa ada salah satu diantara list dibawah ini :

    * Farhan Perdana
    * Ardan Pradana (nick Koleksi)
    * Arhan
    * Sudibyo Suhardjo Mangkusubroto SE. MM.
    * Ardiansyah Parady
    * Jhonny Sekada
    * Alfian Purbaya
    * Muhammad Dhani

    wkakakakakakak πŸ˜€ :D….

    Like

  8. BWAHAHAHAHHAHAHAHAH!!!!!

    ada-ada aja neh…

    Like

  9. Secara muka loe bukan muka seniman blek, tapi muka kriminal. Jadi polisinya ngiranya kmu bener2 kambuhan =))

    Like

  10. jaaahh… endingnya gak bagus…. masak bebas sih… gak seru!!! gak seru!!!

    Like

  11. ANJRIT AJI BRENGSEK NGAPAIN DUMP ISI WIKI KESINIHHH!!!

    Like

  12. Wahh Mantafffff..

    Oh, niwe, di ruangan yang lebih menyerupai gudang tersebut, saya juga digertak begini : β€œKamu ngaku saja! Kamu cetak dimana?!” dan kebetulan tiba-tiba melintas di pikiran saya bahwa adegan ini tentunya bisa dibuat lebih berseni! Jiwa seni saya bergolak! Ah, saya memang seniman! Maka…
    – saya bakar rokok gudang garam surya.
    – saya hisap dalam satu tarikan dalam.
    – saya hembuskan ke lantai
    – saya angkat kepala dan dengan suara dalam saya katakan : β€œsaya tidak tau.”

    Like

  13. hahaha sory claw, salah pencet heheheheh πŸ˜€ πŸ˜€

    Like

  14. Wah… aturan yang harus diperiksa tuh para politisi yang hanya menawarkan janji2 palsu! Bener nggak?? :mrgreen:

    Like

  15. ah, dasar homok…

    XD

    Like

  16. Bener neh pak yari… Gara2 itu saya jadi terlambat makan…

    Like

  17. β€œHo’oh, tuh cina itu ngaku-ngaku nama Indonesia. Dipikirnya kita nggak tau apa?

    HA..HA..HA

    Like

  18. Wah..artklny panjang
    tp krn mbhs botak sialan mkany sy bc smua,,,
    i hate police verymuch…
    F**kn’ police…

    Like

  19. yeah rite..
    dasar polish*t!!!

    Like

  20. wakakakakak,,, lucu banget,,
    selamat ya bung,, kalo aku, itu pasti jadi pengalaman yang sangat tidak terlupakan seumur hidup.
    polisi emang menyebalkan, tapi mereka mengayomi masyarakat lho,.,,

    Like

  21. Yoi, saya nyaman sekali diayomi ybs… πŸ˜€

    Like

  22. wkk
    tampang lo gak bisa di deface aja
    kriminal BGT di mata polisi

    Like

  23. Polish nya gak lo suruh minum susu kuda liar jantan Blek?

    Like

  24. anjrot!

    Like

  25. saya tauk
    polisinya tuh sebenernya lagi pedekate ama teman homok sebangsanya…

    Like

  26. anjirt gua jangan dibawa-bawa ntar gua diminta jadi saksi kesono pan jauh bener …

    Like

  27. Baru baca, dan ngakak.

    Kalau masalah pengedar uang sih aku nggak ditangkep gara-gara itu, tapi ditangkep karena dituduh mau bunuh polisi gara-gara aku tabrak polisi yang lagi naik kendaraan.

    Untungnya damai πŸ˜€

    Like


Leave a comment

Categories