Posted by: Black_Claw | October 23, 2014

Kelompok Penyelundup Laut Indonesia

Menuju Sinjai

Saya masih ingat kapten kapal itu, yang kami tumpangi. Masih seusia saya, dan anak buah kapalnya adalah saudara-saudaranya semua. Beberapa masih berusia belasan tahun. Bagi sukunya, kapal adalah usaha keluarga. Maka dialah yang melanjutkan, sebagai anak pertama.

Siang menjelang sore, setelah seharian sama sekali tidak terlihat daratan, hanya air yang batasannya langit di horizon, siluet gunung Bawakareang mulai menampakkan dirinya, dua jengkal dari horizon. Warnanya masih samar-samar biru pucat, berlatar langit yang sedikit lebih muda birunya. Pertanda, masih cukup lama kami bisa menginjak tanah hitam.

Piko yang berbincang-bincang dengan kapten kapal nyeletuk, “Pak, di sini nggak ada bajak laut ya?”

Mendengar itu, kapten kapal terdiam sesaat kemudian tertawa. Saya ikut tertawa kemudian berujar, “Sebenarnya kapal ini kategorinya kapal bajak laut juga. Kita ini kan penumpang ilegal!” Kembali kapten kapal tertawa.

Kemudian dia diam. Menatap siluet gunung Bawakareang di depannya. Di tengah suara angin yang menderu keras dan percikan ombak yang pecah di haluan, dia berkata dengan nada sendu.

“Tapi bajak laut sebenarnya itu aparat. Sering, kami dicegat langsung di tengah laut. Walau surat-surat lengkap, ada saja kesalahan yang ditemukan buat jadi uang…”


Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

Categories

%d bloggers like this: