Posted by: Black_Claw | November 7, 2013

Jiban Emon Di The Next Mentalist

Bermimpilah, anak muda. Bermimpilah, dan wujudkan.

Saya ingat anak itu. Anak kampung yang datang ke Jakarta. Jauh-jauh dari Binjai, Sumatra Utara. Rural areanya Medan. Tempat banyak kebun rambutan. Waktu masih baru nyampe di Jakarta, logatnya masih acakadut. S dibaca Z, “mana tau” berarti siapa tau, dan penuh “lar” kalau mulutnya mulai kebuka.

Waktu itu M.I.N.D.S, Magician’s Indonesian Society masih jaya-jayanya. Sekarang sih udah mati. Saya saja yang masih gentayangan pake baju seragamnya. Itupun saya dapatkan setelah M.I.N.D.S mati. Ah, tapi jangan ngomongin baju lah. Kesian ko Halim.

Okelah, sehabis gathering M.I.N.D.S di Semanggi waktu itu, setelah saya memainkan rutin As Cabe bastard yang saya bikin on the spot tapi rupanya cukup berhasil, saya jalan-jalan ke gerai sulap seorang kenalan yang masih di dalam Semanggi. Di sana saya ketemu anak itu, sedang memainkan rutin self working, diawali dengan kalimat “ini permainan bagus banget…!” dan diakhiri dengan “zeperrti itu…”

So Medan ain’t he?

Dan saat itu, guru besarnya, Deny Darko membalasnya dengan rutin yang lebih brengsek. Rutin bullshit, yang mana outcomenya benar-benar random, dan menitikberatkan bagaimana cara berbicara seorang performer agar terlihat selalu di pihak yang menang.

Sepertinya satu-satunya yang diwarisinya dari sang guru besar adalah patter, cara berbicara, yang dragging banget. Satu efek menghilangkan koin bisa didrag sampe lima menit sama dia. Hoahm…

Niwe, saya kenalan sama dia, dan ternyata dia juga bergabung di M.I.N.D.S. Sempat saya tanyakan kenapa hari itu dia nggak gabung di gathering yang hanya beda beberapa lantai dari tempatnya berada sekarang. Lupa, katanya. Saat itu dia memang anak baru, jadi saya rasa itu lebih cenderung malu. Bukan lupa.

Tapi, seiring waktu berjalan, dia semakin sering muncul di gathering. Yah, walaupun yang berbanding lurus dengan frekwensi kemunculannya di gathering adalah kemampuan dragging patternya. Untuk membuat sebuah koin menghilang, dia bisa ngedrag sampai 30 menit! How borin… I mean cool, is that? Superb!

Niwe, karena anak ini masih baru di Jakarta, saya yang punya sepeda motor merasa perlu menunjukkan ibukota padanya. Apalagi dia nggak punya kendaraan. Jadilah saya sering nganterin dia pulang ke kosannya. Yah, hitung-hitung sekalian jalan-jalan. Toh gathering M.I.N.D.S selalu berakhir larut malam, jadi, Jakarta enak buat derideran.

Suatu ketika, entah saya kesirep apa gitu, pulang dari rumahnya mbah mister Lie sama dia, saya muterin monas ada kali 3 kali, salah jalan nyari arah ke Sarinah. Aneh, soalnya itu jalur makanan saya biasanya. Mungkin karena nggak macet plus sambil ngobrol, berkali-kali jalannya kelolosan. Niwe, saya bertanya sama dia waktu itu:

“Ngapain sih, kamu ke Jakarta? Kota sux yang kemana-mana repot ini, macet. Panas pula.”

“Saya mau masuk TV, Blek.”

Jawabnya, singkat dan polos. Membuat saya tertawa terbahak-bahak sampe hampir ngarahin stang sepeda motor ke got random terdekat.

“Nanti, kalau kamu masuk TV, jangan lupa malam ini, saat kamu dibonceng sama kakak Blek. Hahahahaha!”

Dan baru dua jam kemudian dia bisa balik ke kosnya dari arah Radio Dalam.

Kembali ke awal yang saya katakan tadi, bermimpilah, anak muda. Bermimpilah, dan wujudkan. Karena anak kampung dari Binjai itu, yang kosnya kemarin sempat dirubuhin karena izinnya bermasalah itu, yang kemarin datang ke Dompu, tidur di gudang BCB dan dibawa mancing gila sama Boe dan kawan-kawannya itu, si Hendrik Tjandra alias Emon, bisa kalian saksikan di Trans7 mulai tanggal 17 bulan ini.

NB: Wakakakaka ada Rendy Fudoh sebagai cameo! Anjrit lu Ren!


Leave a comment

Categories